ASAL USUL SEJARAH TERJADINNYA TEATER
teater atau drama terlahir dari sifat dasar manusia yang mengikuti gerak gerik hewan atau sesama, sejak saman purba teater atau drama sudah ada dimana orang orang pada zaman ter sebut selau mengadakan ritual sebelum berburuh mereka mengikuti tinkah laku dan gerak gerik hewan buruan mereka seiring perkembangan zaman gerak ter sebut di sisipkan lah dialog berupa mantra-mantra, lamakelamaan mereka pun memperlengkapi diri mereka dengan properti berupa tanduk dan kulit binatang untuk lebih meyempurnakan perannya sebagai binatang buruan atau pemburuh hingga abad pertengahan teater hanya bisa dinikmati kalangan istana karena dianggap sacral.
CARA MENBUAT NASKAH TEATER YANG BAIK
Membuat naskah teater yang bagus, tentunya menjadi impian setiap penulis naskah teater, tidak perduli apakah ia seorang senior, apa lagi seorang yunior.
Untuk mencapai taraf ini tidaklah mudah, karena anda harus melalui sekian prosedur atau perjalanan observasi yang panjang misalnya dengan banyak membaca karya-karya penulisan yang berbobot, observasi terhadap ragam kehidupan manusia dari berbagai kasta, budaya dan bangsa dengan segala corak dan romantika psikologinya. Ditambah lagi anda harus menguasai tehnik penulisan yang baik serta penguasaan perbendaharaan kata yang cukup mumpuni. Semuanya itu memerlukan proses pembelajaran. Jika anda berbakat, mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama anda sudah bisa menjadi penulis yang patut diperhitungkan Ada beberapa masukan yang mungkin berarti buat anda pada saat menulis. diantaranya :1. Perhatikan hubungan logis yang membentang dari awal cerita hingga akhir cerita. Jangan membuat arah perkembangan yang janggal, apalagi dengan menyisipkan adegan2 yang tidak perlu yang bertujuan hanya sekedar untuk membuat penonton tertarik, tertawa atau pun sekedar kagum, sebab biasanya tanpa disadari hal itu merupakan racun yang dapat membunuh kebenaran rangkaian keseluruhan cerita.2. Berusahalah merasakan emosi yang identik dengan beragam tokoh yang sedang anda gambarkan. Jadi bila anda menggambarkan tokoh A yang sedang marah, maka rasakanlah bagaimana rasa marahnya tokoh A tersebut (tentunya dengan sebab musabab yang tepat), demikian pula rasakanlah bagaimana emosional pada tokoh B yang menjadi obyek yang dimarahi. Demikian seterusnya.
Karena dengan demikian, maka anda akan secara otomatis tertuntun untuk menuliskan ungkapan-ungkapan dialog dan gambaran tindakan yang masuk akal, bagi tokoh-tokoh rekaan anda yang sedang melakukan adegan. Jangan seperti pada kebanyakan adegan film, teater panggung dan sinetron Indonesia yang sebagian 'sangat' besar : Janggal !!3. Bayangkan dengan jelas gambaran tempat dan situasi dimana anda menciptakan adegan antara para tokohnya agar anda lebih bisa merasakan sensasi emosional yang menyertai para tokoh rekaan anda. Jangan pelit untuk menambahkan rincian-rincian, walaupun nanti di dalam pementasannya semuanya akan didiskusikan kembali dengan interpretasi sutradara.4. Jangan membuat cerita menjadi terlalu variatif dengan berbagai plot karena hal itu tidak berguna dan cenderung membuat alur cerita menjadi tidak menarik dan membuat pusing para penonton.5. Utamakanlah untuk menggunakan kata-kata yang lebih bersifat umum dan jangan terlalu mencari variasi kata-kata yang tidak umum sehingga sulit untuk dimengerti (fenomena ini sering disalahartikan oleh para penulis yang tidak paham sebagai pemahaman yang berarti :keren, atau berkelas).Ingatlah pepatah yang mengatakan bahwa : "Seorang seniman sejati bicara dengan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti" (Stanislavski dalam buku : An Actor Prepares).6. Boleh saja membuat cerita yang bersifat fiksi atau futuristik asal jangan lupa memberikan benang merah yang tidak terputus dan tegas seperti di jelaskan pada semua point diatas.
Nah untuk sementara, itulah saran masukan dari saya. Saya sangat mendukung semangat anda untuk menulis, semoga sebentar lagi kita semua bisa menikmati karya-karya anda yang cemerlang.
ALIRAN ALIRAN DALAM DRAMA ATAU TEATER
Sebenarnya aliran drama atau aliran teater terbentuk atau dibedakan klasifikasinya sedemikian rupa di lihat dari ciri-ciri 'cara bermain' atau 'tipe akting' para aktornya di dalam sebuah kelompok teater tertentu. Beberapa diantaranya adalah :1. Aliran representatif.
Aliran jenis ini adalah aliran drama yang permainan aktingnya hanya menuruti 'warisan2' gaya berakting model lama. Akting jenis ini lebih mementingkan penampilan fisik dan menomorduakan penghayatan batin, bahkan sering kali perasaan tidak diperlukan sama sekali. Misalnya dalam kelompok-kelompok teater klasik atau kelompok drama tradisional, mereka bisa menyontohkan sepeti apa itu gatot Kaca, tetapi jiwanya belum menjadi seorang Gatot Kaca. 'Peristiwa-peristiwa' yang dialami sang Gatot Kaca pun nampaknya tidak menyentuh hati sang Gatot Kaca, kecuali ia hanya merespon secara fisik dengan gerakan terlatih yang pastinya sudah dibakukan dari zaman ke zaman dan hanya cukup disertai dengan gambaran-gambaran 'emosi palsu' yang sangat bersifat konvensional (misalnya: Mengembangkan tangan di dada tanda cinta, menggeram-geram sebagai tanda kemarahan, menggaruk-garuk kepala pada saat-saat krisis, melangkah lebar-lebar untuk menunjukkan keperkasaan, dsb). Aliran ini sering juga disebut dengan aliran konvensional. Yang kita hargai dari upaya mereka adalah karena mereka merupakan 'koleksi' dari ragam budaya bangsa.2. Aliran presentatif.
Aliran ini mulai menggali teori-teori mengenai seni berperan. Melakukan obervasi dan explorasi terutama dari segi psikologis seorang aktor (dan sang tokoh peranan). Lalu mempelajari bagaimana membangkitkan emosi seorang tokoh secara 'alamiah' dalam diri seorang aktor dan selanjutnya mempelajari bagaimana mengutarakannya dalam bentuk perwatakan yang artistik dan benar. Aliran ini terutama dikenal atau diperjelas melalui apa yang disebut sebagai 'metode Stanislavski' di dalam latihan-latihan seni berperan. Belakangan ini, semua unsur seni peran cenderung berkiblat kepada metode ini dan metode ini pulalah yang sudah sekian lama selalu dipakai oleh segenap aktor2 Hollywood , Hongkong dan sebagainya yang kualitasnya tentu bisa anda nilai sendiri.3. Aliran Absurd.
Aliran ini merupakan 'aliran pemberontakan'. Dimana mereka tidak mau terikat dalam aturan2 permainan drama dan bermain lepas sekedar mengikuti insting. Tetapi mereka lupa, bahwa insting tidaklah bisa dikuasai tetapi hanya bisa 'didekati' (dan akhirnya bisa masuk kedalamnya dengan cukup sempurna) justru melalui cara-cara seperti yang dilakukan oleh akor2 presentatif. 'Kemerdekaan pada keterikatan' yang mereka impikan justru dijerumuskan dengan cara-cara naif mereka sendiri yang tidak paham tentang arti pentingnya teori dalam seni berperan, sehingga ketika pada saat bermain, jika inspirasi sedang tidak berpihak kepada mereka, maka mereka tidak memiliki apa-apa untuk bisa mengantarkan atau mengembalikan mereka pada inspirasi pada saat terjadi gap atau 'kekosongan situasi'. Sebab kemerdekaan yang mereka inginkan ternyata lebih merupakan wujud dari keterikatan yang sangat menyiksa, yaitu keterikatan pada kenaifan yang mudah menggelincirkan.
Itulah secara singkat beberapa ciri-ciri paling umum dan besar yang dikenal di dunia seni peran hingga saat ini. Pada akhirnya, terserah kepada kemampuan seorang aktor untuk menilai secara tepat dimanakah ia akan 'mengkelaskan' dirinya di dalam seni yang mungkin paling kompleks ini.
PENGERTIAN DAN JENIS JENIS DRAMA
Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon.
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.1. Drama Baru / Drama ModernDrama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.2. Drama Lama / Drama KlasikDrama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :
1. Drama KomediDrama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2. Drama TragediDrama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3. Drama Tragedi KomediDrama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4. OperaOpera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
5. Lelucon / DagelanLelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6. Operet / OperetteOperet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
7. PantomimPantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
8. TablauTablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9. PassiePassie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10. WayangWayang adalah drama yang pemain dramanya adalah wayang.
11. Drama Tari Drama yang dibawakan dalam bentuk tarian dan biasanya dialognya dalam bentuk nyanyian, bisa bercerita tentang cerita pewayangan, legenda, kehidupan sehari hari ataupun cerita lainnya.
CONTOH CONTOH NASKAH TEATER YANG TERKENAL
1. TITIK TITIK HITAM Drama Satu Babak1956 Karya: Nasyah Djamin
2. PINANGAN Drama Komedi Satu Babak Karya Anton Chekov Saduran Suyatna Anirun
3. RADIASIKarya : Wong Dolim
4. SANG MANDOR Karya : Rahman ArgeSutradara: Heru subagiyoSupervisi: Eko “Ompong” SantosaSusannah Day
5. PENGAGUM BINTANG Karya : Dadi Reza Pujiadi
6. MONOLOG SUNGAI KARYA: Teater Garasi
7. MAK COMBLANG Adaptasi dari “ The Marriage “ Karya : Nikolai Gogol
8. LENA TAK PULANG Karya : Muram Batubara
9. KISAH CINTA DIHARI RABU karya: Anton Chekov
10. DUKUN DUKUNAN karya: Puthut Buchori
11. DRAMA REMAJA CALON ARANG Karya : Luthfi Rachman
12. BADAI SEPANJANG MALAM Karya Max Arifin
13. Arus Mimpi Perkotaan di Negara Bekas Jajahan Oleh: Primanto Nugroho
14. TIDAK LAIN DAN TIDAK BUKAN! (sebuah monolog) Karya : Yunis Kartika
15. TAWUR MUNYUK (PERANG MONYET) Oleh: Eko Ompong
16. SOROH Oleh: Eko Ompong
17. SANDAL JEPIT Karya : Herlina Syarifudin
18. SALAH SMS Karya : Paulus PN Simangunsong
19. PADA SUATU HARIKarya : Arifin C. Noor
20. NEGERI ABG Karya Puthut Buchori
21. DEWI MASYITOH Karya: Puthut Buchori
22. KEN AROKSebuah Sandiwara dalam 14 Babak Oleh Saini K.M
23. JOKO SEMPRUL Karya: Puthut Buchori
24. Parodi MataramanJENG MENUL Tulisan : Puthut Buchori
25. AUUUUU….ANJING Oleh: Eko Ompong
26. ARWAH-ARWAH Karya: W.B. YeatsTejemahan Suyatna Anirun.
27. NINA BOBO Karya: ROY AGUSTINUS
28. MENGGULUNG LAYAR Karya: ANGGI VELENTINATA GOENADI
29. KONGRES UNGGAS Karya: Apris
30. ANTING Karya: Imran Laha
31. PADANG BULANKarya: Ucok Klasta
Mengenai Saya
- MATERI MATERI JURUSAN BAHASA INDONESIA
- saya adalah seorang mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia semester awal yang berasal dari kota Sumenep Madura, tepatnya di Kecamatan Batang-Batang, Desa Batang-Batang Daya RT04,RW 06. sekolah SD saya di SDN BATANG BATANG DAYA DUA, sedangkan selanjutnya saya bersekolah di MTs MIFTAHUL ULUM dan melnjutkan ke MAN Sumenep lulus tahun 2008. Untuk saran kritikan akan selalu kami tunggu di Email saya yaitu: materiku_materimu@yahoo.com dan via telpon 0341 9532288.
Kamis, 18 Desember 2008
Rabu, 17 Desember 2008
KETERAMPILAN BERBICA (RARETORIKA DAN BERBICARA EFEKTIF)
Dengan mulut kita dapat berbicara. Berbicara adalah merupakan suatu aktivitas kehidupan manusia normal yang sangat penting, karena dengan berbicara kita dapat berkomunikasi antara sesama manusia, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan perasaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya.
Kalau diamati dalam kehidupan sehari-hari, banyak didapati orang yang berbicara. Namun tidak semua orang didalam berbicara itu memiliki kemampuan yang baik didalam menyampaikan isi pesannya kepada orang lain sehingga dapat dimengerti sesuai dengan keinginannya, dengan kata lain, tidak semua orang memiliki kemampuan yang baik didalam menyelaraskan atau menyesuaikan dengan detail yang tepat antara apa yang ada dalam pikiran atau perasaannya dengan apa yang diucapkannya sehingga orang lain yang mendengarkannya dapat memiliki pengertian dan pemahaman yang pas dengan keinginan si pembicara.
Untuk penyampaian hal-hal yang sederhana mungkin bukanlah suatu masalah, akan tetapi untuk menyampaikan suatu ide/gagasan, pendapat, penjelasan terhadap suatu permasalahan, atau menjabarkan suatu tema sentral, biasanya memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi bagi seorang pembicara yang belum terbiasa, bahkan tidak semua orang mampu melakukannya dengan baik. Dibutuhkan suatu keterampilan atau kecakapan dengan proses latihan yang secukupnya untuk dapat tampil dengan baik menjadi seorang pembicara yang handal.
Keterampilan berbicara pada dasarnya harus dimiliki oleh semua orang yang didalam kegiatannya membutuhkan komunikasi, baik yang sifatnya satu arah maupun yang timbal balik ataupun keduanya. Seseorang yang memiliki ketermapilan berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan didalam pergaulan, baik di rumah, di kantor, maupun di tempat lain. Dengan keterampilannya segala pesan yang disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dengan siapa saja.
Disadari bahwa keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun non fisik (psykhis), faktor pisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan didalam berbicara misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah: kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensia. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama baik internal maupun eksternal yang baik. Kemampuan atau keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan megasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Pada dasarnya seorang pembicara yang handal adalah seseorang yang ketika ia berbicara, baik dalam komuniasi formal (presentasi, ceramah, dll.) maupun informal (pergaulan) memiliki daya tarik yang rhetoris (mempesona) dengan isi pembicaraan yang efektif (sistematis, benar/tepat, singkat dan jelas dengan bahasa yang tepat) sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dengan jelas dan tergugah perasaannya.
Singkatnya, semua orang apapun profesinya, bila didalam kegiatannya menggunakan komunikasi (pembicaraan) sebagai sarananya, maka ia perlu memiliki keterampilan berbicara, terlebih lagi sebagai seorang tenaga pendidik, penyiar, atupun profesi lainnya.
RHETORIKA
Salah satu dari sekian banyak jenis keterampilan yang penting untuk dimiliki oleh setiap orang adalah keterampilan berbicara atau seni berbicara. Hal ini menjadi penting bahkan sangat urgen, karena tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini sebagai manusia normal kita tidak mungkin lari dari kenyataan bahwa kita dalam berinteraksi dengan sesama manusia harus menggunakan suatu bentuk atau cara yang disebut komunikasi, khususnya bahasa verbal atau lisan.
Nuansa ini memberikan aksentuasi kepada kemampuan manusia di dalam menggunakan lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat lainnya dalam proses komunikasinya sehingga tujuan komunikasi tercapai. Di dalam kenyataannya bahwa proses komunikasi yang dilakukan oleh manusia, baik secara pribadi maupun secara kelompok tidak jarang ditemukan adanya kegagalan di dalam mencapai tujuan komunikasi. Hal ini disebabakan oleh adanya kekurangmampuan komunikator dalam mengaplikasikan secara lebih baik lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat lainnya dalam proses komunikasi, atau mungkin juga disebabkan oleh faktor lainnya yang tidak/kurang menguntungkan bagi kondisi di saat berlangsungnya proses komunikasi tersebut.
Dari fenomena tersebut di atas maka seorang komunikator dalam profesi apapun yang menggunakan bahasa lisan sebagai media penyampaiannya, dipandang perlu membekali diri dengan suatu keterampilan atau seni di dalam berbicara atau dalam istilahnya “Rhetorika”.
a. Pengertian/Defenisi Rhetorika
Rhetorika dapat diartikan secara “etimologi” dan “terminologi”. Adapun hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Secara etimologi (berdasarkan asal kata), rhetorika berasal dari :
- Bahasa Latin (Yunani kuno) “Rhetorica” yang artinya seni berbicara.
- Bahasa Inggris “Rhetoric” yang berarti kepandaian berpidato atau berbicara.
2. Secara terminologi (pengertian secara istilah) adalah :
Didalam bahasa Inggris rhetorika dikenal dengan istilah “The art of speaking” yang artinya seni di dalam berbicara atau bercakap. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa rhetorika adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana caranya berbicara yang mempunyai daya tarik yang mempesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Sebagai bahan komparasi (pembanding) maka berikut ini ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar di bidang rhetorika yang diantaranya adalah :
1. Richard E. Young cs, mengatakan bahwa rhetorika adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana kita menggarap masalah wicara-tutur kata secara heiristik, epistomologi untuk membina saling pengertiandan kerjasama.
2. Socrates mengemukakan bahwa rhetorika mempersoalkan tentang bagaimana mencari kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya. Karena dengan dialog kebenaran dapat timbul dengan sendirinya.
3. Plato mengungkapkan bawha rhetorika adalah kemampuan didalam mengaplikasikan bahasa lisan yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan sempurna.
4. Drs. Ton Kertapati mengartikan rhetorika sebagai kemampuan seseorang untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan menggunakan lambang-lambang bahasa.
Dari beberapa defenisi tersebut di atas, apapun defenisi dan siapapun yang mengemukakannya semua mengacu dan memberi penekanan kepada kemampuan menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan memberikan sentuhan gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan untuk memikat/menggugah hati pendengarnya dan mengerti dan memahami pesan yang disampaikannya.
Kemampuan untuk menjadi pembicara yang handal tidaklah diperoleh secara otomatis atau hanya mengandalkan bakat yang besar dan pembawaan (kharismatik) semata, tetapi juga dapat dipelajari dan atau melalui latihan yang banyak (Dr. Dale Carnigie).
b. Latar Belakang Sejarah
Istilah rethorika muncul bermula di Yunani sekitar abad ke-5 sebelum masehi. Pada saat itu adalah merupakan masa kejayaan Yunani sebagai pusat kebudayaan barat dan para filsufnya saling berlomba untuk mencari apa yang mereka anggap sebagai kebenaran. Pengaruh kebudayaan Yunani ini menyebar sampai ke dunia timur seperti Mesir, India, Persia, bahkan Indonesia dan lain-lain.
Rhetorika mulai berkembang pada jaman Socrates, Plato, dan Aristoteles. Selanjutnya rhetorika kemudian berkembang menjadi suatu ilmu pengetahuan, dan yang dianggap sebagai guru pertama dalam ilmu rhetorika adalah Georgias (480 – 370 SM).
c. Jenis-Jenis Rhetorika
Dari segi kepentingannya atau tujuan yang ingin dicapai, rhetorika dapat dibagi dalam dua bahagian, yaitu :
1. Rhetorika Persuasif
Rhetorika persuasif adalah rhetorika yang bertujuan mempengaruhi orang dengan tidak begitu memperhatikan/mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran dan moralitas. Rhetorika yang seperti ini dapat kita jumpai dimana-mana, contohnya adalah rhetorika yang digunakan oleh sebagian besar penjual obat kaki lima dalam menawarkan dagangannya, dll.
2. Rhetorika Dialektika
Rhetorika dialektika yang sering juga disebut dengan rhetorika psikologi, adalah rhetorika yang muncul sebagai kebalikan dari rhetorika persuasif, dimana rhetorika ini sangat memperhatikan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, moralitas dan sifatnya dapat menenangkan jiwa manusia. Tujuan utama rhetorika ini mengarah kepada pembinaan spiritual. Rhetorika yang seperti ini umumnya digunakan didalam ceramah-ceramah agama.
d. Tujuan Rhetorika
Tujuan rhetorika adalah berusaha untuk membentuk opini publik atau menggiring pendapat umum ke arah pendapat pembicara, atau minimal pendengar (audience) tidak membantah terhadap apa yang dikemukakan oleh si pembicara (komunikator).
e. Langgam-Langgam Dalam Rhetorika
Dalam rhetorika langgam diartikan sebagai cara, ragam, atau gaya suatu bahasa (pembicaraan). Langgam-langgam rhetorika dapat dibagi atas :
1. Langgam Agitasi
Langgam agitasi adalah langgam yang kebanyakan dipakai dalam rhetorika persuasif. Langgam ini biasanya digunakan untuk membakar semangat, misalnya oleh demonstran.
2. Langgam Teater
Langgam teater adalah langgam yang digunakan oleh para pemain teater dalam berdialog.
3. Langgam Agama
Langgam agama adalah langam yang biasa digunakan oleh para muballigh atau para pendeta dalam penyampaian ceramahnya.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Rhetorika
Keberhasilan suatu rhetorika didalam berbicara sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Situasi
Situasi yang dimaksudkan adalah hal-hal yang menyangkut keadaan atau kondisi saat pembicaraan/ceramah sedang berlangsung. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Tingkat pengetahuan pendengar. Yaitu menyangkut latar belakang level pengetahuan dari pendengar (audience).
b. Formal atau informal. Hal ini menyangkut apakah kita berbicara dalam suatu situasi yang formal (forum resmi) atau dalam situasi biasa atau kekeluargaan (informal)
c. Sedih atau gembira. Berbicara di depan orang yang berada dalam situasi sedih tentunya sangat berbeda dibandingkan dengan ketika kita tampil berbicara di depan orang yang sedang dalam keadaan gembira. Untuk itu seorang pembicara harus mengetahui betul situasi dan kondisi pendengarnya.
2. Ruang
Hal ini adalah tentang tempat dimana kita sedang berbicara, misalnya di dalam ruangan gedung ataukah di lapangan.
3. Waktu
Yang dimaksudkan dengan waktu disini adalah, disamping waktu yang sebenarnya yaitu apakah pagi, siang, sore atau malam, juga tentang isi materi yang akan dibicarakan, apakah hal tersebut masih aktual ataukah sudah usang atau basi.
4. Tema
Sebuah tema sangat penting artinya dalam suatu pembicaraan, sehingga didalam pembicaraan seorang pembicara ia dapat fokus atau terarah. Sangat disarankan seorang pembicara hanya menggunakan satu tema pembicaraan sehing didalam pembicaraannya ia tidak ngawur atau mengambang yang dapat mengakibatkan isi pembicaraan susah dipahami oleh pendengar. Namun jika terpaksa harus lebih dari satu, maka selesaikanlah satu tema pembicaraan kemudian pindah ke tema yang lainnya.
5. Isi atau Materi
Isi pembicaraan hendaknya sesuai dengan tema yang telah dipersiapkan dengan mantap sebelumnya dan menarik minat pendengar. Daya tarik suatu materi juga akan sangat menentukan keberhasilan suatu pembicaraan. Adapun yang dapat menjadi pemicu rasa ketertarikan pendengar diantaranya adalah :
Up to date, masalah yang dibicarakan adalah masalah yang sedang hangat-hangatnya di dalam masyarakat.
Merupakan suatu yang menyangkut kepentingan pendengar.
Masalah yang mengandung pertentangan publik, benar-salah, baik-buruk.
Sesuai dengan kemampuan logika pendengar, dll.
6. Teknik Penyajian
Teknik yang dimaksudkan disini adalah cara-cara yang digunakan didalam berbicara, meliputi :
a. Kemampuan menggunakan bahasa lisan dengan baik. Dalam hal ini seorang pembicara hendaknya memiliki kemampuan tata bahasa yang baik, artikulasi yang jelas dan tidak cadel, intonasi yang menarik (tidak monoton), aksen yang tepat, dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah yang tidak perlu.
b. Ekspresi (air muka) yang menarik, misalnya: tidak cemberut, tidak pucat, tidak merah, dan sebagainya. Ekspresi dalam berbicara sangat penting untuk memikat minat dengar atau rasa ingin tahu dari pendengar.
c. Stressing (redance), yaitu kemampuan seorang pembicara untuk memberikan penekanan pada masalah-masalah inti atau penting didalam pembicaraannya, misalnya dengan pengulangan-pengulangan yang seperlunya, atau dengan penekanan-penekanan tertentu dalam nada pembicaraan.
d. Kemampuan memberikan refreshing (penyegaran) dengan menyelipkan intermezzo, yaitu dengan menyelingi pembicaraan dengan hal-hal lain yang berhubungan yang mengandung kelucuan, baik itu pengalaman sendiri atau sebuah anekdot, dengan tidak mengurangi nilai pembicaraan. Hal ini dimaksudkan agar pendengar tidak terlalu stress yang bisa menimbulkan kejenuhan atau kebosanan dalam mengikuti pembicaraan kita.
e. Kepribadian atau personality. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah disamping daya pesona atau kharismatik seseorang, juga meliputi nilai-nilai pribadi seorang pembicara, diantaranya: jujur, cerdik, berani, bijaksana, berpandangan baik, percaya diri, tegas, tahu diri, tenang dan tenggang rasa.
BERBICARA EFEKTIF
Tampil berbicara dengan hanya mengandalkan teknik rhetorika, nampaknya tidaklah cukup untuk menjadi seorang pembicara yang handal. Karena bagimanapun hebatnya daya pesona yang ditimbulkan oleh seorang pembicara dalam penampilannya tanpa didukung oleh efektifitas pembicaraan yang dibawakannya, maka apa yang disampaikannya itu akan berlalu begitu saja tanpa menimbulkan kesan yang mendalam, atau dengan kata lain efek pesan yang disampaikannya itu hanya bertahan sampai selesainya pembicaraan, begitu pembahasan selesai maka selesai pulalah segalanya.
Untuk itulah maka disamping seorang pembicara perlu memiliki rhetorika yang baik, ia juga perlu menguasai apa yang disebut berbicara yang efektif. Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
1. Dasar-Dasar Berbicara Efektif
Pada dasarnya berbicara efektif pada kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti permasalahan, dan penutup.
a. Pembukaan
Pembukaan adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Pembukaan termasuk bagian penting karena turut menentukan sukses tidaknya suatu pembicaraan. Bila pembukaan sudah berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 % ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan oleh pendengar.
Pembukaan seyogyanya dilakukan paling lama lima menit. Dan diharapkan waktu lima menit tersebut dapat memberikan kesan yang menyenangkan dan menarik minat bagi para pendengar sehinga para pendengar bersedia menyimak pembicaraan selanjutnya dengan seksama.
Pada acara formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam kepada orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan dibicarakan.
Pembukaan sebaiknya memuat common interest dari pendengar. Misalnya berbicara tentang hal-hal aktual yang sedang terjadi yang menjadi bahan pembicaraan yang hangat di masyarakat, walaupun mungkin tidak ada kaitannya dengan yang akan dibicarakan. Bisa juga disisipkan beberapa lelucon/anekdot segar yang dapat menggugah perhatian dan simpati orang. Alangkah baiknya apabila lelucon atau “penyegar” tersebut secara tidak langsung dapat disambungkan dengan inti masalah.
Bila kata pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti permasalahan. Pembukaan pada setiap kesempatan pembicaraan sangat berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan bicara, dan suasana pembicaraan.
1) Misi Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2) Sifat Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat dinas yang dihadiri oleh pejabat kantor bersangkutan dan para pejabat pemerintah, sifatnya sangat formal yang biasanya akan mengikuti tatanan yang sudah baku dalam acara resmi. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi “penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan tidak menghilangkan keseriusan acara.
3) Lawan Bicara
Lawan bicara turut menentukan “pembukaan” pembicaraan. Lawan bicara atau pendengar bisa dikategorikan dalam dua bahagian, yaitu kelompok atau perseorangan. Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya lebih diwarnai dengan gaya yang sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya sudah akrab. Namun apabila pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka pembukaan disampaikan seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian kita dapat masuk ke masalah inti yang akan disampaikan.
Berbeda jika pembicaraan dilakukan dihadapan banyak orang maka harus diperhatikan siapa siapa yang menjadi lawan bicara, pembukaannya harus ditujukan kepada semua hadirin.
Disamping itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4) Suasana
Suasana juga ikut menentukan bagaimana pembukaan suatu pembicaraan. Baik isi maupun pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara. Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang lainnya. Pembukaan pembicaraan atau sambutan dan sejenisnya, pada suatu acara pemakaman jangan sampai disamakan seperti pada pembukaan acara ulang tahun, atau sebaliknya.
b. Isi/Inti Pembicaraan
Inti pembicaraan merupakan bagian paling pokok dalam pembicaraan. Bagian ini merupakan tujuan dari pembicaraan. Dalam bagian inilah rincian permasalahan akan dibahas.
Dalam acara-acara tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya penyampaian inti permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya pada butir-butir pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail biasanya disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio visual.
Sesekali sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
Perlu diperhatikan bahwa, sebaiknya lama pembicaraan tidak lebih dari satu jam per sesi. Pembahasan inti permasalahan dapat dilanjutkan lagi dalam forum tanya jawab. Setelah semua inti materi disampaikan, tiba saatnya untuk menutup pembicaraan.
c. Penutup
Pada akhir pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat sesingkat mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat disampaikan kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Penutup biasanya diakhiri dengan ucapan terima kasih kepada hadirin atas perhatian yang diberikan dan kepada penyelenggara apabila berbicara pada suatu acara resmi. Dan terakhir sekali adalah ucapkan salam sebagai penutup pembicaraan.
DAFTAR PUSTAKA
1. HUDORO SUMETO : Cara Berbicara dan Presentasi dengan Audio Visual, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2004.
2. ARMAN AGUNG : Laporan Program Pembelajaran Pendidikan Kader (Materi Rethorika) di Kampus IKIP Gunungsari Baru Ujung Pandang, Ujung Pandang1989.
Kalau diamati dalam kehidupan sehari-hari, banyak didapati orang yang berbicara. Namun tidak semua orang didalam berbicara itu memiliki kemampuan yang baik didalam menyampaikan isi pesannya kepada orang lain sehingga dapat dimengerti sesuai dengan keinginannya, dengan kata lain, tidak semua orang memiliki kemampuan yang baik didalam menyelaraskan atau menyesuaikan dengan detail yang tepat antara apa yang ada dalam pikiran atau perasaannya dengan apa yang diucapkannya sehingga orang lain yang mendengarkannya dapat memiliki pengertian dan pemahaman yang pas dengan keinginan si pembicara.
Untuk penyampaian hal-hal yang sederhana mungkin bukanlah suatu masalah, akan tetapi untuk menyampaikan suatu ide/gagasan, pendapat, penjelasan terhadap suatu permasalahan, atau menjabarkan suatu tema sentral, biasanya memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi bagi seorang pembicara yang belum terbiasa, bahkan tidak semua orang mampu melakukannya dengan baik. Dibutuhkan suatu keterampilan atau kecakapan dengan proses latihan yang secukupnya untuk dapat tampil dengan baik menjadi seorang pembicara yang handal.
Keterampilan berbicara pada dasarnya harus dimiliki oleh semua orang yang didalam kegiatannya membutuhkan komunikasi, baik yang sifatnya satu arah maupun yang timbal balik ataupun keduanya. Seseorang yang memiliki ketermapilan berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan didalam pergaulan, baik di rumah, di kantor, maupun di tempat lain. Dengan keterampilannya segala pesan yang disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dengan siapa saja.
Disadari bahwa keterampilan berbicara seseorang, sangat dipengaruhi oleh dua faktor penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun non fisik (psykhis), faktor pisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan didalam berbicara misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir, sedangkan faktor non fisik diantaranya adalah: kepribadian (kharisma), karakter, temparamen, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensia. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah secara otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah memiliki faktor penunjang utama baik internal maupun eksternal yang baik. Kemampuan atau keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan megasah dan mengolah serta melatih seluruh potensi yang ada.
Pada dasarnya seorang pembicara yang handal adalah seseorang yang ketika ia berbicara, baik dalam komuniasi formal (presentasi, ceramah, dll.) maupun informal (pergaulan) memiliki daya tarik yang rhetoris (mempesona) dengan isi pembicaraan yang efektif (sistematis, benar/tepat, singkat dan jelas dengan bahasa yang tepat) sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dengan jelas dan tergugah perasaannya.
Singkatnya, semua orang apapun profesinya, bila didalam kegiatannya menggunakan komunikasi (pembicaraan) sebagai sarananya, maka ia perlu memiliki keterampilan berbicara, terlebih lagi sebagai seorang tenaga pendidik, penyiar, atupun profesi lainnya.
RHETORIKA
Salah satu dari sekian banyak jenis keterampilan yang penting untuk dimiliki oleh setiap orang adalah keterampilan berbicara atau seni berbicara. Hal ini menjadi penting bahkan sangat urgen, karena tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini sebagai manusia normal kita tidak mungkin lari dari kenyataan bahwa kita dalam berinteraksi dengan sesama manusia harus menggunakan suatu bentuk atau cara yang disebut komunikasi, khususnya bahasa verbal atau lisan.
Nuansa ini memberikan aksentuasi kepada kemampuan manusia di dalam menggunakan lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat lainnya dalam proses komunikasinya sehingga tujuan komunikasi tercapai. Di dalam kenyataannya bahwa proses komunikasi yang dilakukan oleh manusia, baik secara pribadi maupun secara kelompok tidak jarang ditemukan adanya kegagalan di dalam mencapai tujuan komunikasi. Hal ini disebabakan oleh adanya kekurangmampuan komunikator dalam mengaplikasikan secara lebih baik lambang-lambang kata, simbol-simbol maupun isyarat lainnya dalam proses komunikasi, atau mungkin juga disebabkan oleh faktor lainnya yang tidak/kurang menguntungkan bagi kondisi di saat berlangsungnya proses komunikasi tersebut.
Dari fenomena tersebut di atas maka seorang komunikator dalam profesi apapun yang menggunakan bahasa lisan sebagai media penyampaiannya, dipandang perlu membekali diri dengan suatu keterampilan atau seni di dalam berbicara atau dalam istilahnya “Rhetorika”.
a. Pengertian/Defenisi Rhetorika
Rhetorika dapat diartikan secara “etimologi” dan “terminologi”. Adapun hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Secara etimologi (berdasarkan asal kata), rhetorika berasal dari :
- Bahasa Latin (Yunani kuno) “Rhetorica” yang artinya seni berbicara.
- Bahasa Inggris “Rhetoric” yang berarti kepandaian berpidato atau berbicara.
2. Secara terminologi (pengertian secara istilah) adalah :
Didalam bahasa Inggris rhetorika dikenal dengan istilah “The art of speaking” yang artinya seni di dalam berbicara atau bercakap. Sehingga secara sederhana dapat dikemukakan bahwa rhetorika adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari atau mempersoalkan tentang bagaimana caranya berbicara yang mempunyai daya tarik yang mempesona, sehingga orang yang mendengarkannya dapat mengerti dan tergugah perasaannya.
Sebagai bahan komparasi (pembanding) maka berikut ini ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar di bidang rhetorika yang diantaranya adalah :
1. Richard E. Young cs, mengatakan bahwa rhetorika adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana kita menggarap masalah wicara-tutur kata secara heiristik, epistomologi untuk membina saling pengertiandan kerjasama.
2. Socrates mengemukakan bahwa rhetorika mempersoalkan tentang bagaimana mencari kebenaran dengan dialog sebagai tekniknya. Karena dengan dialog kebenaran dapat timbul dengan sendirinya.
3. Plato mengungkapkan bawha rhetorika adalah kemampuan didalam mengaplikasikan bahasa lisan yang sempurna dan merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan sempurna.
4. Drs. Ton Kertapati mengartikan rhetorika sebagai kemampuan seseorang untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan menggunakan lambang-lambang bahasa.
Dari beberapa defenisi tersebut di atas, apapun defenisi dan siapapun yang mengemukakannya semua mengacu dan memberi penekanan kepada kemampuan menggunakan bahasa lisan (berbicara) yang baik dengan memberikan sentuhan gaya (seni) didalam penyampaiannya dengan tujuan untuk memikat/menggugah hati pendengarnya dan mengerti dan memahami pesan yang disampaikannya.
Kemampuan untuk menjadi pembicara yang handal tidaklah diperoleh secara otomatis atau hanya mengandalkan bakat yang besar dan pembawaan (kharismatik) semata, tetapi juga dapat dipelajari dan atau melalui latihan yang banyak (Dr. Dale Carnigie).
b. Latar Belakang Sejarah
Istilah rethorika muncul bermula di Yunani sekitar abad ke-5 sebelum masehi. Pada saat itu adalah merupakan masa kejayaan Yunani sebagai pusat kebudayaan barat dan para filsufnya saling berlomba untuk mencari apa yang mereka anggap sebagai kebenaran. Pengaruh kebudayaan Yunani ini menyebar sampai ke dunia timur seperti Mesir, India, Persia, bahkan Indonesia dan lain-lain.
Rhetorika mulai berkembang pada jaman Socrates, Plato, dan Aristoteles. Selanjutnya rhetorika kemudian berkembang menjadi suatu ilmu pengetahuan, dan yang dianggap sebagai guru pertama dalam ilmu rhetorika adalah Georgias (480 – 370 SM).
c. Jenis-Jenis Rhetorika
Dari segi kepentingannya atau tujuan yang ingin dicapai, rhetorika dapat dibagi dalam dua bahagian, yaitu :
1. Rhetorika Persuasif
Rhetorika persuasif adalah rhetorika yang bertujuan mempengaruhi orang dengan tidak begitu memperhatikan/mempertimbangkan nilai-nilai kebenaran dan moralitas. Rhetorika yang seperti ini dapat kita jumpai dimana-mana, contohnya adalah rhetorika yang digunakan oleh sebagian besar penjual obat kaki lima dalam menawarkan dagangannya, dll.
2. Rhetorika Dialektika
Rhetorika dialektika yang sering juga disebut dengan rhetorika psikologi, adalah rhetorika yang muncul sebagai kebalikan dari rhetorika persuasif, dimana rhetorika ini sangat memperhatikan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, moralitas dan sifatnya dapat menenangkan jiwa manusia. Tujuan utama rhetorika ini mengarah kepada pembinaan spiritual. Rhetorika yang seperti ini umumnya digunakan didalam ceramah-ceramah agama.
d. Tujuan Rhetorika
Tujuan rhetorika adalah berusaha untuk membentuk opini publik atau menggiring pendapat umum ke arah pendapat pembicara, atau minimal pendengar (audience) tidak membantah terhadap apa yang dikemukakan oleh si pembicara (komunikator).
e. Langgam-Langgam Dalam Rhetorika
Dalam rhetorika langgam diartikan sebagai cara, ragam, atau gaya suatu bahasa (pembicaraan). Langgam-langgam rhetorika dapat dibagi atas :
1. Langgam Agitasi
Langgam agitasi adalah langgam yang kebanyakan dipakai dalam rhetorika persuasif. Langgam ini biasanya digunakan untuk membakar semangat, misalnya oleh demonstran.
2. Langgam Teater
Langgam teater adalah langgam yang digunakan oleh para pemain teater dalam berdialog.
3. Langgam Agama
Langgam agama adalah langam yang biasa digunakan oleh para muballigh atau para pendeta dalam penyampaian ceramahnya.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Rhetorika
Keberhasilan suatu rhetorika didalam berbicara sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Situasi
Situasi yang dimaksudkan adalah hal-hal yang menyangkut keadaan atau kondisi saat pembicaraan/ceramah sedang berlangsung. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Tingkat pengetahuan pendengar. Yaitu menyangkut latar belakang level pengetahuan dari pendengar (audience).
b. Formal atau informal. Hal ini menyangkut apakah kita berbicara dalam suatu situasi yang formal (forum resmi) atau dalam situasi biasa atau kekeluargaan (informal)
c. Sedih atau gembira. Berbicara di depan orang yang berada dalam situasi sedih tentunya sangat berbeda dibandingkan dengan ketika kita tampil berbicara di depan orang yang sedang dalam keadaan gembira. Untuk itu seorang pembicara harus mengetahui betul situasi dan kondisi pendengarnya.
2. Ruang
Hal ini adalah tentang tempat dimana kita sedang berbicara, misalnya di dalam ruangan gedung ataukah di lapangan.
3. Waktu
Yang dimaksudkan dengan waktu disini adalah, disamping waktu yang sebenarnya yaitu apakah pagi, siang, sore atau malam, juga tentang isi materi yang akan dibicarakan, apakah hal tersebut masih aktual ataukah sudah usang atau basi.
4. Tema
Sebuah tema sangat penting artinya dalam suatu pembicaraan, sehingga didalam pembicaraan seorang pembicara ia dapat fokus atau terarah. Sangat disarankan seorang pembicara hanya menggunakan satu tema pembicaraan sehing didalam pembicaraannya ia tidak ngawur atau mengambang yang dapat mengakibatkan isi pembicaraan susah dipahami oleh pendengar. Namun jika terpaksa harus lebih dari satu, maka selesaikanlah satu tema pembicaraan kemudian pindah ke tema yang lainnya.
5. Isi atau Materi
Isi pembicaraan hendaknya sesuai dengan tema yang telah dipersiapkan dengan mantap sebelumnya dan menarik minat pendengar. Daya tarik suatu materi juga akan sangat menentukan keberhasilan suatu pembicaraan. Adapun yang dapat menjadi pemicu rasa ketertarikan pendengar diantaranya adalah :
Up to date, masalah yang dibicarakan adalah masalah yang sedang hangat-hangatnya di dalam masyarakat.
Merupakan suatu yang menyangkut kepentingan pendengar.
Masalah yang mengandung pertentangan publik, benar-salah, baik-buruk.
Sesuai dengan kemampuan logika pendengar, dll.
6. Teknik Penyajian
Teknik yang dimaksudkan disini adalah cara-cara yang digunakan didalam berbicara, meliputi :
a. Kemampuan menggunakan bahasa lisan dengan baik. Dalam hal ini seorang pembicara hendaknya memiliki kemampuan tata bahasa yang baik, artikulasi yang jelas dan tidak cadel, intonasi yang menarik (tidak monoton), aksen yang tepat, dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah yang tidak perlu.
b. Ekspresi (air muka) yang menarik, misalnya: tidak cemberut, tidak pucat, tidak merah, dan sebagainya. Ekspresi dalam berbicara sangat penting untuk memikat minat dengar atau rasa ingin tahu dari pendengar.
c. Stressing (redance), yaitu kemampuan seorang pembicara untuk memberikan penekanan pada masalah-masalah inti atau penting didalam pembicaraannya, misalnya dengan pengulangan-pengulangan yang seperlunya, atau dengan penekanan-penekanan tertentu dalam nada pembicaraan.
d. Kemampuan memberikan refreshing (penyegaran) dengan menyelipkan intermezzo, yaitu dengan menyelingi pembicaraan dengan hal-hal lain yang berhubungan yang mengandung kelucuan, baik itu pengalaman sendiri atau sebuah anekdot, dengan tidak mengurangi nilai pembicaraan. Hal ini dimaksudkan agar pendengar tidak terlalu stress yang bisa menimbulkan kejenuhan atau kebosanan dalam mengikuti pembicaraan kita.
e. Kepribadian atau personality. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah disamping daya pesona atau kharismatik seseorang, juga meliputi nilai-nilai pribadi seorang pembicara, diantaranya: jujur, cerdik, berani, bijaksana, berpandangan baik, percaya diri, tegas, tahu diri, tenang dan tenggang rasa.
BERBICARA EFEKTIF
Tampil berbicara dengan hanya mengandalkan teknik rhetorika, nampaknya tidaklah cukup untuk menjadi seorang pembicara yang handal. Karena bagimanapun hebatnya daya pesona yang ditimbulkan oleh seorang pembicara dalam penampilannya tanpa didukung oleh efektifitas pembicaraan yang dibawakannya, maka apa yang disampaikannya itu akan berlalu begitu saja tanpa menimbulkan kesan yang mendalam, atau dengan kata lain efek pesan yang disampaikannya itu hanya bertahan sampai selesainya pembicaraan, begitu pembahasan selesai maka selesai pulalah segalanya.
Untuk itulah maka disamping seorang pembicara perlu memiliki rhetorika yang baik, ia juga perlu menguasai apa yang disebut berbicara yang efektif. Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya. Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
1. Dasar-Dasar Berbicara Efektif
Pada dasarnya berbicara efektif pada kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti permasalahan, dan penutup.
a. Pembukaan
Pembukaan adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Pembukaan termasuk bagian penting karena turut menentukan sukses tidaknya suatu pembicaraan. Bila pembukaan sudah berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 % ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan oleh pendengar.
Pembukaan seyogyanya dilakukan paling lama lima menit. Dan diharapkan waktu lima menit tersebut dapat memberikan kesan yang menyenangkan dan menarik minat bagi para pendengar sehinga para pendengar bersedia menyimak pembicaraan selanjutnya dengan seksama.
Pada acara formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam kepada orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan dibicarakan.
Pembukaan sebaiknya memuat common interest dari pendengar. Misalnya berbicara tentang hal-hal aktual yang sedang terjadi yang menjadi bahan pembicaraan yang hangat di masyarakat, walaupun mungkin tidak ada kaitannya dengan yang akan dibicarakan. Bisa juga disisipkan beberapa lelucon/anekdot segar yang dapat menggugah perhatian dan simpati orang. Alangkah baiknya apabila lelucon atau “penyegar” tersebut secara tidak langsung dapat disambungkan dengan inti masalah.
Bila kata pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti permasalahan. Pembukaan pada setiap kesempatan pembicaraan sangat berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan bicara, dan suasana pembicaraan.
1) Misi Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2) Sifat Pembicaraan
Pembukaan dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat dinas yang dihadiri oleh pejabat kantor bersangkutan dan para pejabat pemerintah, sifatnya sangat formal yang biasanya akan mengikuti tatanan yang sudah baku dalam acara resmi. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi “penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan tidak menghilangkan keseriusan acara.
3) Lawan Bicara
Lawan bicara turut menentukan “pembukaan” pembicaraan. Lawan bicara atau pendengar bisa dikategorikan dalam dua bahagian, yaitu kelompok atau perseorangan. Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya lebih diwarnai dengan gaya yang sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya sudah akrab. Namun apabila pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka pembukaan disampaikan seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian kita dapat masuk ke masalah inti yang akan disampaikan.
Berbeda jika pembicaraan dilakukan dihadapan banyak orang maka harus diperhatikan siapa siapa yang menjadi lawan bicara, pembukaannya harus ditujukan kepada semua hadirin.
Disamping itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4) Suasana
Suasana juga ikut menentukan bagaimana pembukaan suatu pembicaraan. Baik isi maupun pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara. Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang lainnya. Pembukaan pembicaraan atau sambutan dan sejenisnya, pada suatu acara pemakaman jangan sampai disamakan seperti pada pembukaan acara ulang tahun, atau sebaliknya.
b. Isi/Inti Pembicaraan
Inti pembicaraan merupakan bagian paling pokok dalam pembicaraan. Bagian ini merupakan tujuan dari pembicaraan. Dalam bagian inilah rincian permasalahan akan dibahas.
Dalam acara-acara tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya penyampaian inti permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya pada butir-butir pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail biasanya disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio visual.
Sesekali sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
Perlu diperhatikan bahwa, sebaiknya lama pembicaraan tidak lebih dari satu jam per sesi. Pembahasan inti permasalahan dapat dilanjutkan lagi dalam forum tanya jawab. Setelah semua inti materi disampaikan, tiba saatnya untuk menutup pembicaraan.
c. Penutup
Pada akhir pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat sesingkat mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat disampaikan kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Penutup biasanya diakhiri dengan ucapan terima kasih kepada hadirin atas perhatian yang diberikan dan kepada penyelenggara apabila berbicara pada suatu acara resmi. Dan terakhir sekali adalah ucapkan salam sebagai penutup pembicaraan.
DAFTAR PUSTAKA
1. HUDORO SUMETO : Cara Berbicara dan Presentasi dengan Audio Visual, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2004.
2. ARMAN AGUNG : Laporan Program Pembelajaran Pendidikan Kader (Materi Rethorika) di Kampus IKIP Gunungsari Baru Ujung Pandang, Ujung Pandang1989.
Kamis, 04 Desember 2008
CONTOH CONTOH PUISI
CEMBURU
ya Allah,
jika Kau cemburu
katakanlah kepadaku:
manakah cinta terindah
yang harus kupersembahkan kepada-Mu?
manakah puisi cinta paling syahdu
yang harus kusenandung kepada-Mu?
dimanakah tempat yang paling aman
yang tidak seorang pun tahu
bahwa kita sedang bercinta?
seseorang berkata:
“Hati-hatilah! Dia sangat pencemburu. Dia tidak ingin
di hati hamba-Nya ada ketertarikan kepada selain-Nya”
MALU
jikalau kau bertanya kepadaku:
“Siapakah orang yang tidak tahu malu?”
maka kujawab kepadamu:
“Itulah aku!”
aku selalu mengemis kepada Allah
setelah permintaanku dipenuhi
aku lupa berterimakasih
aku selalu menangis dalam duka
ketika duka dicampakkan
aku langsung tertawa girang
di dalam kesepian
aku selalu mengingat Allah
di dalam keramaian
aku mengingat nama semua orang
jika kujawab kepadamu:
“Itu bukanlah aku!”
aku adalah pembohong
sama halnya seperti iblis yang sombong
yang tidak merasakan kekurangan
dan kelemahan
IKHLAS
jika ikhlas itu dapat diungkapkan
bagaimana aku menjelaskan?
bahasa sebatas susunan kata
pun perasaan belum tentu benar adanya
bagaimana memperoleh ikhlas
tanpa batas tanpa hingga?
sehingga Sahl berkata:
“Orang-orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah
sangat banyak, tetapi yang ikhlas amat sedikit”
bagaimana aku mendapat jawaban
sedangkan hati dirundung kebingungan?
Ya Allah, bagaimana Engkau menjelaskan?
Allah berfirman:
“Ikhlas itu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku titipkan pada
hati orang yang Aku cintai di antara hamba-hamba-Ku”
BUTA DAN GILA
Tidak mengapa orang buta membawa pelita
dan berjalan di bawah cahaya surya
sebab kebutaannya menutup
pada setiap penjuru kutub
Tidak mengapa orang gila mengaku waras
dan menertawakan kegembiraannya
sebab jika ia ingat kewarasannya
tak akan ia katakan yang lain gila
Yang jadi masalah jika orang waras dan dapat melihat
terbutakan dengan kehidupan dunia
dan merasa waras dengan hidup bebas
serasa hidup kekal ke akhir masa
KEHIDUPAN
O
.
Alif
Hembus
Nafsu
Ahmad
Perjalanan
Ajal
Segi empat
Alif
Hayat
.
O
KERELAAN YANG TERLUPAKAN
apakah yang kita cari dari hidup:
harta, tahta atau wanita?
dan sepicik itukah pikiran kita
mengembang di atas kepala
laksana awan yang pekat
dan doa yang tak terpanjat
apakah yang kita cari dalam hidup:
harta, tahta atau wanita?
aku lari dari semuanya
hanya kerelaanMu jua
akhirnya…
SEORANG TUA DENGAN TANDA DI KENINGNYA
seorang tua dengan tanda di keningnya. bukan hitam bekas sujud lama. bukan merah karena merana. bukan pula luka membilur sengaja.
tapi, cahaya itu memberi tanda. seorang tua dengan tanda di keningnya. dan ucapannya menenggelamkan aku dalam kata dalam bahasa. aku terlena. hijab terbuka. aku hening dalam ruang tanpa dinding, pintu dan jendela.
MAKNA HIDUP
kerelaan dan cintaMu jua yang kucari, ya Robbi.
DEBU LUKA AKU RASA
debu luka aku rasa
mengeriap dalam segala
kau dan aku
aku tak perlu bertanya:
mengapa air mata ini
berderaian tiada henti
dan pilu ini terasa asing
dalam doa panjangku kemarin?
debu luka aku rasa
seperti renyai hujan di siang hari
matang pandanganku pada semesta
tapi tubuh ini lemah terkulai
doaku terbantai
dalam kau dan aku
aku rindu
serindu debu luka aku rasa
membekas di keningku
AKU BERSIMPUH DI KAKIMU
aku datang kepadaMu, ya Robbi
datang bersimpuh mencium kakiMu
aku adalah manusia malang
yang tak pernah bosan
membangkang dan melupakanMu
saat ini,
biarkan sajadahku penuh
air mata pertobatan
penuh dengan penyesalan
dan pilu hati ini kubiar mengertap
membakar segala kebebalan
aku datang kepadaMu, ya Allah
mengharap pengampunan
penyesalan ini tak sebanding
dengan banyaknya kemurkaan
aku datang bersimpuh di kakiMu
mengadu mengeluh mengaduh
adakah pacaran cahayaMu bisa kuterima
sebagai berkah dan rahmat tiada terkira seperti dulu?
TAKDIR
kalau kau serahkan semua rencana dan kerja
hanya kepada Allah saja
singkirkan dirimu dari keduanya
kau lenyap dalam cerita
karena Allah yang berlaku atasnya
APAKAH LANGIT DI SANA
LEBIH INDAH DARI LANGIT DI SINI?
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
bulan, bintang dan malam
serasa menyatu dalam Keesaan
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
senyap, hening, lenyap
serasa menyatu dalam Keindahan
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
tak ada suarasuara
hewan berirama
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
MALAM RAMADHAN
bulan dipupuri awan
BULAN MUHAMMAD
1.
“rodliitu billahi robba
wa bil-islami diina
wa bi muhammadin-nabiyya wa-rosuula”
kusempurnakan seluruhnya
untukmu
demi kemanusiaan kepada manusia,
sabda Muhammad
2.
dan purnama bersinar penuh
menyinari jagad raya
membuka pintu-pintu rahasia
pengenalan diri melalui utusanMu,
ya Robbi
3.
bulan Muhammad
gemilang cahaya yang sempurna
insan kamil memasuki diri sejati
rahasia-rahasia
hijab-hijab
dan Esa
tujuan akhir segal
PERMOHONAN
setangkup doa di tangan ini
kupersembahkan kepadaMu sebagai permohonan
sambutlah dengan penuh kasih sayang
sebab penerimaan dariMu kunantikan
bersama jatuhnya renyai hujan pagi
atau pada embun di bibir melati
ya Allah,
jika Kau cemburu
katakanlah kepadaku:
manakah cinta terindah
yang harus kupersembahkan kepada-Mu?
manakah puisi cinta paling syahdu
yang harus kusenandung kepada-Mu?
dimanakah tempat yang paling aman
yang tidak seorang pun tahu
bahwa kita sedang bercinta?
seseorang berkata:
“Hati-hatilah! Dia sangat pencemburu. Dia tidak ingin
di hati hamba-Nya ada ketertarikan kepada selain-Nya”
MALU
jikalau kau bertanya kepadaku:
“Siapakah orang yang tidak tahu malu?”
maka kujawab kepadamu:
“Itulah aku!”
aku selalu mengemis kepada Allah
setelah permintaanku dipenuhi
aku lupa berterimakasih
aku selalu menangis dalam duka
ketika duka dicampakkan
aku langsung tertawa girang
di dalam kesepian
aku selalu mengingat Allah
di dalam keramaian
aku mengingat nama semua orang
jika kujawab kepadamu:
“Itu bukanlah aku!”
aku adalah pembohong
sama halnya seperti iblis yang sombong
yang tidak merasakan kekurangan
dan kelemahan
IKHLAS
jika ikhlas itu dapat diungkapkan
bagaimana aku menjelaskan?
bahasa sebatas susunan kata
pun perasaan belum tentu benar adanya
bagaimana memperoleh ikhlas
tanpa batas tanpa hingga?
sehingga Sahl berkata:
“Orang-orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah
sangat banyak, tetapi yang ikhlas amat sedikit”
bagaimana aku mendapat jawaban
sedangkan hati dirundung kebingungan?
Ya Allah, bagaimana Engkau menjelaskan?
Allah berfirman:
“Ikhlas itu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku titipkan pada
hati orang yang Aku cintai di antara hamba-hamba-Ku”
BUTA DAN GILA
Tidak mengapa orang buta membawa pelita
dan berjalan di bawah cahaya surya
sebab kebutaannya menutup
pada setiap penjuru kutub
Tidak mengapa orang gila mengaku waras
dan menertawakan kegembiraannya
sebab jika ia ingat kewarasannya
tak akan ia katakan yang lain gila
Yang jadi masalah jika orang waras dan dapat melihat
terbutakan dengan kehidupan dunia
dan merasa waras dengan hidup bebas
serasa hidup kekal ke akhir masa
KEHIDUPAN
O
.
Alif
Hembus
Nafsu
Ahmad
Perjalanan
Ajal
Segi empat
Alif
Hayat
.
O
KERELAAN YANG TERLUPAKAN
apakah yang kita cari dari hidup:
harta, tahta atau wanita?
dan sepicik itukah pikiran kita
mengembang di atas kepala
laksana awan yang pekat
dan doa yang tak terpanjat
apakah yang kita cari dalam hidup:
harta, tahta atau wanita?
aku lari dari semuanya
hanya kerelaanMu jua
akhirnya…
SEORANG TUA DENGAN TANDA DI KENINGNYA
seorang tua dengan tanda di keningnya. bukan hitam bekas sujud lama. bukan merah karena merana. bukan pula luka membilur sengaja.
tapi, cahaya itu memberi tanda. seorang tua dengan tanda di keningnya. dan ucapannya menenggelamkan aku dalam kata dalam bahasa. aku terlena. hijab terbuka. aku hening dalam ruang tanpa dinding, pintu dan jendela.
MAKNA HIDUP
kerelaan dan cintaMu jua yang kucari, ya Robbi.
DEBU LUKA AKU RASA
debu luka aku rasa
mengeriap dalam segala
kau dan aku
aku tak perlu bertanya:
mengapa air mata ini
berderaian tiada henti
dan pilu ini terasa asing
dalam doa panjangku kemarin?
debu luka aku rasa
seperti renyai hujan di siang hari
matang pandanganku pada semesta
tapi tubuh ini lemah terkulai
doaku terbantai
dalam kau dan aku
aku rindu
serindu debu luka aku rasa
membekas di keningku
AKU BERSIMPUH DI KAKIMU
aku datang kepadaMu, ya Robbi
datang bersimpuh mencium kakiMu
aku adalah manusia malang
yang tak pernah bosan
membangkang dan melupakanMu
saat ini,
biarkan sajadahku penuh
air mata pertobatan
penuh dengan penyesalan
dan pilu hati ini kubiar mengertap
membakar segala kebebalan
aku datang kepadaMu, ya Allah
mengharap pengampunan
penyesalan ini tak sebanding
dengan banyaknya kemurkaan
aku datang bersimpuh di kakiMu
mengadu mengeluh mengaduh
adakah pacaran cahayaMu bisa kuterima
sebagai berkah dan rahmat tiada terkira seperti dulu?
TAKDIR
kalau kau serahkan semua rencana dan kerja
hanya kepada Allah saja
singkirkan dirimu dari keduanya
kau lenyap dalam cerita
karena Allah yang berlaku atasnya
APAKAH LANGIT DI SANA
LEBIH INDAH DARI LANGIT DI SINI?
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
bulan, bintang dan malam
serasa menyatu dalam Keesaan
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
senyap, hening, lenyap
serasa menyatu dalam Keindahan
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
tak ada suarasuara
hewan berirama
apakah langit di sana
lebih Indah dari langit di sini?
MALAM RAMADHAN
bulan dipupuri awan
BULAN MUHAMMAD
1.
“rodliitu billahi robba
wa bil-islami diina
wa bi muhammadin-nabiyya wa-rosuula”
kusempurnakan seluruhnya
untukmu
demi kemanusiaan kepada manusia,
sabda Muhammad
2.
dan purnama bersinar penuh
menyinari jagad raya
membuka pintu-pintu rahasia
pengenalan diri melalui utusanMu,
ya Robbi
3.
bulan Muhammad
gemilang cahaya yang sempurna
insan kamil memasuki diri sejati
rahasia-rahasia
hijab-hijab
dan Esa
tujuan akhir segal
PERMOHONAN
setangkup doa di tangan ini
kupersembahkan kepadaMu sebagai permohonan
sambutlah dengan penuh kasih sayang
sebab penerimaan dariMu kunantikan
bersama jatuhnya renyai hujan pagi
atau pada embun di bibir melati
Langganan:
Postingan (Atom)